Menarik sekali
tema yang diangkat di pekan ke-3 Liga Blogger Indonesia 2015 kali ini yakni
“Pasar Tradisional di Daerahku.” Sebagai blogger yang hobby masak sendiri
jarang wisata kuliner ke tempat makan, dan lebih memilih bereksplorasi dengan
memasak sesuai yang diinginkan. Tentunya tak asing lagi dengan istilah pasar
tradisional, karena ini adalah tempat yang biasa saya tuju saat ingin
berbelanja keperluan memasak.
Selama tinggal di
Jogja maupun di Nganjuk sebagai kampung halaman, pasar tradisional adalah hal
biasa yang selalu saya kunjungi. Misalkan saat di Jogja, saat tinggal selama
satu tahun di sebuah perumahan di Bokoharjo Prambanan Sleman. Lokasi tempat
tinggal saya saat fokus mengerjakan skripsi ini sangat dekat dengan pasar
Prambanan yang baru direlokasi di dusun Pelemsari Ds Bokoharjo Kec Prambanan,
Sleman, Yogyakarta. Di sana dijadikan tempat pasar induk sayuran yang ramai 24
jam.
Kemudian
sekarang di tempat yang saya huni—Jl
Tridharma, Gendeng, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, DIY—sangat dekat
dengan pasar tradisional “Pasar Talok” dan deretan penjual sayuran di pinggir
jalan sepanjang jalan sekitaran pasar tersebut. Jadi saking seringnya
belaja—sayur mayur dan bahan makanan
sampai—sampai hafal harga bahan pokok sembako yang begitu fluktuatif. Mulai
harga telor dari 16 ribu perkilo—biasanya saya sekali beli telor seperempat
kilo (isi 4 butir dg harga 4000)—sampai dengan harga 25 ribu perkilo, kemudian
harga cabai yang dulu muuahal sampai sekarang murah, dan sebaliknya bawang
merah dan sayuran seperti kubis dan wortel yang makin mahal. Ya beginilah
balada anak kuliahan yang hobby masak sendiri.
Pasar Talok: tempat tinggal saya sekitar 200 meter dari pasar ini |
Kembali ke pasar tradisional di daerah saya. Di
Ds Sanggrahan (Perbatasan dengan Ds Ngujung) kec. Gondang, Kabupaten Nganjuk.
Rumah saya lumayan dekat dengan pasar tradisional milik desa, sebut saja “Pasar
Ngujung” saking tradisionalnya bangunannya bak pasar jaman dulu banget.
Bangunannya cuma terdiri dari tiang dan atap genteng yang sudah usang, tapi
pasar ini selalu ramai setiap pagi. Setiap pulang sering saya antar ibu ke
pasar ini.
Begini sekilas pasar "Desa Ngujung" di dekat rumah (Dokumentasi Pribadi) |
Ada satu hal yang menjadi favorit saya dan
ponakan-ponakan saya saat pergi ke pasar ini, yaitu jajanan pasarnya. Di pasar
ini para penjualnya rata-rata berjualan bahan makanan seperti sayuran, daging,
ayam, ikan dan jajanan pasar tradisional. Jajanan tradisional yang ada di pasar
ini saya sangat suka dan beragam—mungkin ada yang belum kenal dengan
istilahnya—seperti “ireng-ireng”, cenil, puro, lepet, lopis, gethuk, utri,
jemblem dan lain-lain, dengan harga 1000 Rupiah per bungkus.
Cenil dkk ditaburi dengan kelapa parut dan gula merah. Segini 1000 rupiah (Dokumentasi Pribadi) |
Selain itu juga
ada yang menjadi favorit saudara-saudara saya—saat pulang kampung—saat belanja
di pasar ini,yaitu sego pecel dengan lauk sayuran pecel, tahu-tempe, rempeyek
yang biasanya dibungkus dengan daun pisang, kadang pakai daun jati, ini yang
bikin nasi terasa lebih sedap dibandingkan ketika dibungkus dengan kertas
minyak atau dimakan langsung di piring. Nasi pecel di sini seporsi harganya
4000 Rupiah. Harga segini tergolong murah—bahkan di warung lainnya di daerah
sini ada yang membandrol harga 3500 Rupiah—dibandingkan harga nasi pecel di
Jogja yang seporsinya kisaran mulai dari 6000 Rupiah sampai 8000 Rupiah (dari
pengalaman pribadi di beberapa warung nasi pecel di Jogja).
Kembali ke pasar,
pasar tradisinoal di Desa Ngujung ini tergolong masih ramai setiap pagi. Masyarakat
di sini masih sangat antusias dengan eksistensi pasar tradisional di sini di
tengah kemajuan zaman dan menjamurnya supermarket dan minimarket, sebut saja
alphamaret dan indiamaret (tau maksudnya kan ?) yang seakan-akan ditiap
jalan ada. Berbagai penjual ada di sini meskipun masih dominan dengan dagangan
segala kebutuhan makanan.
Ke-eksistensi-an
pasar tradisional di kalangan masyarakat sekitar sini dan menjadi tujuan mereka
bertrasaksi jual-beli menurut saya ada beberapa alasan : Pertama, dalam perspektif ilmu sosial pasar tradisional
di sini merupakan salah satu sarana bersosialisasi masyarakat di suatu desa. Tak
jarang bahkan kabar yang lagi “hits” di suatu desa itu bermula dari pasar yang
kemudian menyebar ke yang lain. Misalkan ada kabar tentang ada pengajian di
suatu tempat. Di desa masyarakatnya dominan masih saling kenal meskipun dengan
tetangga yang jauh sekalipun, jadi tak heran ketika mereka bertemu di pasar
kemudian saling tegur sapa, bercanda dan penuh senyum baik antar penjual dan
pembeli maupun antar pembeli dan pembeli lainnya.
Kedua, dalam persperktif
ekonomi, bahwa pasar tradisional di sini tergolong menawarkan harga yang
relatif murah terutama pada harga kebutuhan pangan masyarakat dibandingkan
dengen pasar modern. Dalam konteks pasar tradisional di Desa saya “Pasar
Ngujung” tak jarang petani sayuran tertentu langsung menjual sebagian hasil
panenannya di pasar ini, seperti tomat, cabai, bawang merah dll. Hal ini
sama-sama menguntungkan bagi kedua belah pihak, dari pembeli ia merasa bahwa
harga ini murah. Sedangkan dari petani ia juga untung dengan menjual sebagian panenannya
ia jual ke pengepul yang nanti di jual lagi di pasar induk.
Ketiga, dari sisi lokasi
pasar yang strategis, karena pasar tersebut adalah satu-satunya tempat terdekat
untuk berbelanja dibandingkan pasar tradisional di kecamatan yang jaraknya
kira-kira 8 KM dari desa, itu pun ramainya saat pasaran—pon, wage, kliwon,
legi, paing—tertentu yakni tiap “pon” 5 hari sekali.
Keempat, dari perspektif
yang di jual di pasar ini menjajakan panganan yang banyak menarik perhatian,
seperti jajanan pasar yang menjadi daya tarik anak-anak di sini. Dalam perspektif pandangan perantau seperti saya
dan kakak-kakak saya yang tinggal di luar Nganjuk satu hal yang sering tak
terlupakan saat di pasar ini yakni “Sego Pecel” dan segala jajananya
terutama cenil dkk.
Ada
satu lagi yang tak dijumpai di pasar-pasar tradisional di Nganjuk kecuali ada
di 2 pasar, yakni di pasar “pon” di kecamatan Gondang (daerah saya) dan pasar “Kliwon”
di kecamatan Rejoso. Jajanan ini disebut dengan DUMBLEG
penampakan dumbleg secara utuh. Sumber: IG Nganjukkotabayu |
Dumbleg adalah makanan
khas Nganjuk yang ada cuman di kec. Gondang dan Rejoso terbuat dari adonan
tepung beras yang dicampur gula jawa dll. di bungkus dengan pelepah
pinang. Mirip pudak khas Gresik (mirip
lho ya tapi tetep beda). Makanan ini cuman tahan sehari karena tidak
menggunakan bahan pengawet kecuali kalo disimpen di alat pendingin maka dari
itu susah sekali dijadikan oleh-oleh ketika bepergian jauh, mau tidak mau
berkunjunglah ke Nganjuk, di samping itu makanan ini cuma bisa di jumpai di dua
pasar aja diantara 20 kecamatan di Nganjuk.
Dumbleg Jajanan pasar tradisional khas Nganjuk. Photo by @its4ndik IG via IG Nganjukkotabayu |
Berikut tulisan
mengenai eksistensi pasar tradisional di daerahku.
Bagaimana pendapatmu tentang pasar tradisional ini ?
Bagaimana di daerahmu ?
Pasar tradisional itu kulinernya unik dan murah.
ReplyDeleteKalo saya? Silahkan berkunjung ke http //hatidanpikiranjernih.blogspot.com
@guru5seni8
iya mbak, murah dan unik :) musti di jaga dan dilestarikan budaya belanja di pasar tradisional
DeleteDumblek di pasar gondang juga ada mas...
ReplyDeleteyups, di pasar gondang dan pasar rejoso. :)
DeleteDumblek di pasar gondang juga ada mas...
ReplyDeleteaa makanannya enak.. wah, jadi mas adib nih hobi masak? cie, berarti sudah banyak resep yang dikuasai, dong?
ReplyDeletenasi pecel seporsi 4000 di sana isinya berapa banyak, mas?
apakah pasar nganjuk terletak di pusat kota, atau bagaimana?
berarti di pasar nganjuk itu di dalamnya bisa kita temui banyak penjual nasi pecel?
saya jadi pengen nyoba dumblegnya, deh.
salam, :)
enggak banyak kok. beberapa sudah pernah aku tulis di blog.
Deletenasih pecel di sini lumayan banyak sebungkus udah bikin kenyang, isinya: Nasi, sayur pecelnya beragam : kangkung, kacang, tauge, kenikir, kemangi dll. di kasih sambal kacang, tempe goreng dan rempeyek. :)
Pasar Nganjuk ada sendiri beda dengan yang saya tulis ini pasar desa saya. pasar Nganjuk terkenal dengan pasar Wage, karena ramai saat wage, terletak di tengah kota Nganjuk, pasar ini lumayan besar dan luas dengan barang jualan yang beragam. di dalam pasar Nganjuk kalau pagi pasti ada kok penjual nasi pecel, kalo malam - pagi juga ada di depan pasar dan sepanjang jalan A yani. berjajar penjual nasi pecel. rata-rata harga per porsi sekitar 4000an
monggo ke Nganjuk ke pasar Gondang kalo ingin nyoba dumbleg nya hehe
Wah, banyak juga ya isinya. Kayak pecel madiun ga sih, pakai rempeyek?
DeleteItu tempenya satu paket sama pecel jadi harganya Rp 4000,-? Wow.
Hmm.. Iya. :)
iya satu paket. di jawa timur nasi pecel biasanya sepasang dengan rempeyek kadang ditambah krupuk juga. Kenyang mah pokoknya :D
Deleteutri tuh saya kenal ya sejak di madiun. bakulnya udah sepuh. keliling bawa gethuk. pernah juga bawa sate nol-dua.
ReplyDeletehehe sama disini rata-rata yang jual jajanan seperti itu orang tua semua mbak.
Deletewew sate NOL-DUA saya gak pernah makan. kalo sate keong boleh, di angkringan di jogja banyak. hehe
Wah...cenil itu kayaknya enak. Apalagi kalo disuguhkan dengan kelepon..:-) @ge1212y
ReplyDeletebetul bangetttttt hehehe
Deleteseru y mas,, bisa masak sendiri,, hahaha saya gk pande masak nih,, Oh iya jajanan pasarnya unik belum pernah liat gituan di Medan, semoga bisa juga deh jalan-jalan ke jawa. :)
ReplyDeletemari bang dolan ke jawa, dolan ke "pajak" di jawa, ga cuma jalan-jalan ke "pasar(bhs medan)" saja hehe
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletewah.. aku taunya cuma pecel dan cenil saja mas, yang lainnya belum pernah makan :)
ReplyDelete@QuelleIdee07
hehe semoga suatu saat bisa nyoba ya... hehe atau nyari resepnya coba bikin sendiri :)
DeleteTemenku pernah bawa dumbeg dia anak Nganjuk aku nyoba enak juga :D
ReplyDelete@umimarfa
hehehe alhamdulillah... saya sudah jarang makan dumbleg, dulu waktu SD sering banget dibawain mbah kalo pulang dari pasar hehe
Deletewah mantap banget mas pasar tradisonal, ramai dan banyak jajanan khasnya =p~
ReplyDeletejajanan yang menggiurkan... hehe
Deletesepertinya kalau dilihat dari foto pasarnya bersih dan rapi gitu ya? waah jajanannya bikin ngiler. bagi dumblegnya dong hehehe
ReplyDelete@gemaulani
alhamdulillah menurut saya pribadi pasar ini walaupun sederhana tapi tergolong bersih dan rapi,
Deletemau dumbleg? sini dong... :D :D :D
Aku penasaran lho makan Dumbleg
ReplyDeleteDi Kertosono nggak ada, cuma di Pasar Pon daerah Warujayeng (jauh banget)
Kirim-kirim dunk ^_^
@amma_chemist
wah pengen sih ngirim. tapi ga tau alamatnya mbak di Kertosono. huhu..
DeleteDumbegnya mirip pudak banget.. Kalau Dumbeg di tempatku bentuknya kerucut memanjang, bungkusnya pun pakai daun kelapa.. Tapi kalau bahannya kayaknya sama.
ReplyDeleteiya mirip pudak tapi rasanya beda, saya sering makan pudak dulu kalo temen dari gresik balik ke jogja, pudak lebih padet dan kering jadi tahan satu sampai 2 hari, kalau ini lebih empuk dan cuma bertahan sehari.
DeleteWah, unik banget keliatannya kondisi pasar mirip-mirip kaya bangunan yg di film-film laga, Dumbleg nya keliatan menggiurkan :d
ReplyDeleteiya betul banget, bangunannya kaya pasar jaman duluuuuuuu kala. cuma tiang-tiang yang beratap dan beralaskan tanah mbak. untuknya ga pernah banjir jadi ga becek. :)
Deleteaku juga suka banget cari jajanan tradisional kalo ke pasar
ReplyDeleterasanya nggak kalah ama kue2 modern =p~
sama :D
DeleteIyaa yaa, pasarnya bersih banget.
ReplyDeleteMz, penasaran sama ini sih kalau saya : itu pun ramainya saat pasaran—pon, wage, kliwon, legi, paing—tertentu yakni tiap “pon” 5 hari sekali.
Kenapa harus saat "pon" ramainya ?? Kebiasaan kah ??
pon wage kliwon dst itu adalah sistem hari di jawa, yang mempunyai hari cuma ada 5. biasanya pasar di sini, ramainya di salah satu hari dari 5 hari tersebut, misalkan di pasar kecamatan Gondang saat pon. jadi setiap pon pasar ini penuh sekali. kemudian di kecamatan Rejoso saat kliwon, dan di kota Nganjuk saat wage. sehingga di sana ramai saat pasaran tersebut. itu sudah kesepakatan masyarakat di situ ramai setiap pon begitu juga di pasar lainnya.:)
DeleteDUmbleg itu kayak jenang atau papais ya? yang beda cuma bungkusnya aja. Hihi
ReplyDelete:d :d :d
mirip, tapi cara masaknya beda sekali dengan jenang. ini semacam adonannya di kukus dalam bungkus pelepah pinang hehe.. kalau jenang biasanya direbus di wajan gede sampai menjadi adonan :)
DeleteDi Pasar tradisional itu enak, kalau beli maem nggak pake nawar karena sudah murah hahahhah
ReplyDeleteiya kalo maem aku ga pernah nawar :D
DeleteWhat? Cenil seribu? Di Jakarta ga dapet. *hiks... anak2 biasa beli 3000 paling murah.
ReplyDeletehehe mungkin karena faktor tempat dan bahan baku yang masih terjangkau :)
DeleteAku paling suka jajanan beras gitu (awug). Di Medan yang kayak gitu banyakan di tempat sarapan pagi kayak penjual lontong. Kalo di pasar udah jarang banget.
ReplyDeletewah aku ga paham apa itu "awug" nanti tak coba searching apa itu awug. :)
Deletewah ada lepet sama lopis,, cemilan kaporit gua itu mahh haha :D
ReplyDelete@aleksdejavu
suka yang lengket-lengket nih :D
DeleteWeleh, dadi kepengen si Dumbleg...tau gitu minggu kemarin mampir ke Gondang/Rejoso nih :D
ReplyDelete@Wawa_eN
wew, habis lewat nganjuk ya? dari mana emang? :D
DeleteGak sekedar lewat lho...aku ke Baron, deket stasiun :)
Deletewahaha.. mbaron toh.. mbaron-kertosono-warujayeng gudangnya blogger handal di Nganjuk. wehehehe.... Rozak, Roziq dkk. Aku sering ke Mbaron juga tapi pasar ke utara. :D
Deletewah... jadi pengen cepet ke nganjuk... ^_^
ReplyDeletendang mantuk ke Nganjuk :)
DeleteDi daerahku asal, di depan pasar babat ada dua toko modern. agak ke selatan sedikit, ada lagi dua toko modern.
ReplyDeleteSedangkan di kecamatan tempat tinggalku, di kedungpring, sudah ada 2 toko modern dekat pasar tradisional.
Semoga pasar tradisional tetap berjaya meski keberadaan toko modern sptnya semakin mengkuatirkan.
@ririekayan
hehe ga jarang saya juga melihat fenomena yang sama mbak...
Deletepenjelajah pasar ternyata. ga minat buka lapak di pasar? hehe
ReplyDelete@f_nugroho
ada, tapi ga di pasarnya. di sekitar pasar pengen buat jajanan ntar dititipin di penjual jajan di sekitar "pasar talok" di Jogja tempat saya tinggal sekarang. :D doakan segera terealisasi (p)
DeleteKeren juga lu, masak sendiri.... ada nggak postingan tentang hasil masakan loe..
ReplyDelete@rizalarz
Ada. Coba searching di google atau di sini dg kata kunci "ternyata aku pinter masak"
Delete