Wednesday, 18 March 2015



Ada cerita terkenal di kalangan sufi tentang salik atau anspiran sufi, yakni pejalan pencari ilmu sufi yang sebenarnya atau makrifat. Sang salik sowan pada seorang mursyid, guru bimbingan sufi. Dalam perjalan berhari-hari ia bertemu dengan seorang beragama Nasrani. Maka berdebatlah mereka tentang konsep ketuhanan masing-masing. Akhirnya sang salik mengatakan bahwa,” Konsep ketuhanan Anda salah semua, karena kalau anda monoteistik Tuhan tidak boleh berbapak dan beranak.”
Mereka berpisah. Sang calon sufi terus berjalan dan akhirnya sampai pada tempat mursyid. Dia ditolak, tidak boleh masuk. Menunggu di depan pintu duduk bersila seharian, tetap tidak diterima. Besok paginya ia datang lagi dan menunggu seharian suntuk, tidak juga diterima. Lalu pada hari ketiga datang lagi dengan harapan diterima. Ternyata sang guru tak bergeming untuk menerima calon sufi itu. Merasa tidak tahan, salik berteriak nyaring di luar agar didengar sang guru,” Guruuuu… Mengapa guru tidak mau menerima muridmu di saat muridmu memerlukan guru untuk mendapatkan pengertian sebenarnya tentang Tuhan”. Dari dalam guru menjawab, “Engkau tidak akan mengerti karena engkau tidak ‘ngopeni’ dzat Tuhan, melainkan hanya’baju’-Nya Tuhan.
Apa yang bisa dipetik dari kisah salik? Kalau tidak mengetahui satu sama lain, semestinya tidak perlu melakukan kritik, koreksi atau meluruskan konsep orang lain. Karena itu harus ada kesadaran untuk menghormati konsep agama lain. Penganut satu agama tidak perlu membicarakan negative agama orang lain. Soal-soal itu menjadi urusan masing-masing. Di dalam semangat keruhanian kita, sebenarnya di dalam konsep ketuhanan dan konsep cara beribadat, masih terdapat konsep-konsep kemanusiaan dan konsep kegunaan agama bagi kehidupan manusia yang dapat dipelajari bersama, dapat dikembangkan lebih jauh dan kalau perlu didialogkan. Tentu perlu diketahui wilayah mana yang menjadi urusan agama masing-masing dan wilayah mana yang terbuka untuk didialogkan.
(Cerita ini Dikutip dari tulisan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada artikel yang berjudul”Dialog Agama dan Masalah Pendangkalan Agama” dalam buku Passing Over Melintasi Batas Agama, Editor Komaruddin Hidayat )

 sumber foto: http://gusdursphotos.blogspot.com

1 comments:

  1. istilahmu salah kui. Tak bergeming itu artinya tidak diam. Harusnya "Ternyata sang guru masih saja bergeming bla bla bla"

    ReplyDelete

terimakasih ^_^