Ada cerita terkenal di kalangan sufi tentang salik
atau anspiran sufi, yakni pejalan pencari ilmu sufi yang sebenarnya atau makrifat.
Sang salik sowan pada seorang mursyid, guru bimbingan sufi.
Dalam perjalan berhari-hari ia bertemu dengan seorang beragama Nasrani. Maka
berdebatlah mereka tentang konsep ketuhanan masing-masing. Akhirnya sang salik
mengatakan bahwa,” Konsep ketuhanan Anda salah semua, karena kalau anda
monoteistik Tuhan tidak boleh berbapak dan beranak.”
Mereka berpisah. Sang calon sufi terus
berjalan dan akhirnya sampai pada tempat mursyid. Dia ditolak, tidak boleh
masuk. Menunggu di depan pintu duduk bersila seharian, tetap tidak diterima.
Besok paginya ia datang lagi dan menunggu seharian suntuk, tidak juga diterima.
Lalu pada hari ketiga datang lagi dengan harapan diterima. Ternyata sang guru
tak bergeming untuk menerima calon sufi itu. Merasa tidak tahan, salik
berteriak nyaring di luar agar didengar sang guru,” Guruuuu… Mengapa guru
tidak mau menerima muridmu di saat muridmu memerlukan guru untuk mendapatkan
pengertian sebenarnya tentang Tuhan”. Dari dalam guru menjawab, “Engkau
tidak akan mengerti karena engkau tidak ‘ngopeni’ dzat Tuhan, melainkan
hanya’baju’-Nya Tuhan.”
Apa yang bisa dipetik dari kisah salik? Kalau
tidak mengetahui satu sama lain, semestinya tidak perlu melakukan kritik,
koreksi atau meluruskan konsep orang lain. Karena itu harus ada kesadaran untuk
menghormati konsep agama lain. Penganut satu agama tidak perlu membicarakan
negative agama orang lain. Soal-soal itu menjadi urusan masing-masing. Di dalam
semangat keruhanian kita, sebenarnya di dalam konsep ketuhanan dan konsep cara
beribadat, masih terdapat konsep-konsep kemanusiaan dan konsep kegunaan agama
bagi kehidupan manusia yang dapat dipelajari bersama, dapat dikembangkan lebih
jauh dan kalau perlu didialogkan. Tentu perlu diketahui wilayah mana yang
menjadi urusan agama masing-masing dan wilayah mana yang terbuka untuk
didialogkan.
(Cerita ini Dikutip dari tulisan KH. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) pada artikel yang berjudul”Dialog Agama dan Masalah
Pendangkalan Agama” dalam buku Passing Over Melintasi Batas Agama, Editor
Komaruddin Hidayat )sumber foto: http://gusdursphotos.blogspot.com
istilahmu salah kui. Tak bergeming itu artinya tidak diam. Harusnya "Ternyata sang guru masih saja bergeming bla bla bla"
ReplyDelete