Tuesday, 30 November 2010

I. Pendahuluan
Hadits merupakan salah satu masdar (sumber ) hukum atau ajaran islam. dalam mengasilkan suatu hukum, islam berpijak pada hadits yang sahih agar kebenaran hukum yang dihasilkan dapat mencapai suatu derajat maksimal. Berangkat dari hal ini banyak sekali upaya yang dilakukan oleh pada ulama untuk menjaga kualitas hadits. Sehingga lahirlah suatu disiplin ilmu yang disebut ulumul hadits.
Dalam tradisi islam telah ada suatu transfer ilmu (hadits) yang diperoleh dari Nabi sebagai pembimbing. Hal ini dilakukan agar sesuatu yang didapat dari Nabi dapat terus dilaksanakan secara menyeluruh dan turun-temurun. Berangkat dari sini muncullah disiplin ilmu yang disebut dengan Ilmu Riwayah Hadits. Adapun dasar pokok dari disiplin ilmu tersebut adalah firman Allah SWT. Dalam surat al-Hujarat ayat 6 yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujarat:6).


II. Takhrijul Hadits
A. Pengertian Takhrijul Hadits
Secara bahasa takhrijul hadis berasal dari kata خرج , yang berarti ‘tampak’TAMPAK atau ‘jelasCLEAR’. Secara mutlak ABSOLUTE , ia diartikan oleh para ahli bahasa dengan arti ‘mengeluarkan’ GO OR COME(al-istimbath), ‘melatih’TRAIN atau ‘membiasakan’ACCUSTOM (at-tadrib), dan ‘menghadapkan’ VACECED(at-taujih).
Takhrij secara bahasa dapat berarti juga berkumpulnya ASSEMLE dua hal yang bertentangan dalam satu masalah.
Secara terminology, takhrij berarti:
Mengembalikan BRINGGING BACK(menelusuri kembali keasalnya) hadis-hadis yang terdapat diberbagaiVARIOUS kitab yang tidak memakai sanad COURSE kepada kitab-kitab musnad , baik KIND disertaiWITH ALONG dengan pembicaraan tentang status STATUS hadis-hadis tersebut dari segi ASPECT sahih atau dha’if, ditolak atau diterimaACCEPT, dan penjelasan tentang kemungkunan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber) nya.
Menurut Mahmud al-Tahhan , takhrij adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya, dimana hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya bila diperlukan.
Para ahli hadis mempunyai pengertian terhadap takhrij sebagai berikut:
a. Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan periwayatnya dengan sanad lengkap serta dengan penyebutan metode yang mereka tempuh. Inilah yang dilakukan para penghimpun dan penyusun kitab hadis, seperti al-Bukhari yang menghimpun kitab hadis Sahih al-Bukhari.
b. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis atau berbagai kitab yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri atau pada gurunya atau temannya atau orang lain dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab ataupun karya yang dijadikan sumber acuan. Kegiatan ini seperti yang dilakukan oleh Imam Baihaqi yang banyak mengambil hadis dari kitab al-Sunan karya Abu al-Hasan al-Basri al-Safar, lalu al-baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.
c. Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun mukharrij-nya langsung. Kegiatan takhrij seperti ini sebagaimana yang dilakukan oleh para penghimpun hadis dari berbagai kitab-kitab hadis, misalnya Ibnu Hajar al-Asqalani yang menyusun kitab Bulug al-Maram.
d. Mengemukakan hadis berdasarkan kitab tertentu dengan disertakan metode periwayatan dan sanadnya serta penjelasan keadaan para periwayatnya serta kualitas hadisnya. Pengertian at-takkhrij semacam ini sebagaimana yang dilakukan oleh Zain al-Din Abd ar-Rahman ibn al-husain al-Iraqi yang melakukan takhrij terhadap hadis-hadis yang dimuat dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din karya al-Gazali, dengan judul bukunya Ikhbar al-Ihya’ bi Akhbar al-Ihya’.
e. Mengemukaka letak asal suatu hadis dari sumbernya yang asli, yakni berbagai sumber kitab hadis dengan dikemukakan sanadnya secara lengkap untuk kemudian dilakukan dilakukan penelitian terhadap kualitas hadis yang bersangkutan. Pengertian takhrij yang tercakup disini seperti kegiatan penelitian terhadap satu hadis tertentu atau satu tema tertentu ataupun dalam kitab tertentu. Dengan demikian, pengertian takhrij ini yang paling tepat dan sesuai dalam kaitannya dengan penelitian hadis untuk konteks saat ini.
Dengan demikian pengertian takhrij yang dimaksud oleh Mahmud al-Tahhan adalah pengertian takhrij al-hadis yang kelima, yaitu penelusururan atau pencarian hadis dari berbagai sumbernya yang asli dengan mengemukakan matan serta sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas hadisnya. Dengan kata lain, tujuan melakukan takhrij al-hadis adalah menunjukkan sumber hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadis tersebut.
B. Tujuan dan Faedah Takhrij al-Hadis
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius, bahkan bagi setiap ilmuwan yang berkecimpung dibidang ilmu-ilmu syari’ah, merupakan suatu keharusan untuk mendalami ilmu tersebut, terutama bagi mereka yang menekuni bidang hadis dan ilmu hadis.
Mengenai tujuan dan faedah takhrij hadis ini, ‘Abd al-Mahdi melihatnya secara terpisah antara yang satu dan yang lainnya. Menurut beliau tujuan takhrij adalah:
a. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, dan
b. Mengetahui kualitas dari suatu hadis, apakah dapat diterima (sahih atau hasan) atau ditolak (dha’if).
Menurut hemat penulis, pendapat Mahmud al-Tahhan yang secara terpisah tersebut, pada hakekatnya merupakan satu-kesatuan dimana mengetahui ditolak atau diterimanya suatu hadis adalah dengan jalan mengetahui sumber hadis tersebut, dengan kata lain, pengetahuan terhadap kualitas hadis adalah dampak dari mengetahui sumber hadis.
Kebutuhan akan ilmu ini akan sangat dirasakan untuk meneliti kualitas suatu hadis, dimana sebagian para penyusun kitab-kitab dalam bidang fiqih, tafsir maupun sejarah yang memuat hadis-hadis Nabi SAW. tidak menuliskan hadis secara sempurna; mereka terkadang hanya meringkas hadis-hadis tersebut pada bagian-bagian yang mereka perlukan saja, atau hanya menyebutkan maknanya saja, bahkan terkadang menyebutkan lafadz hadis namun tidak memberikan predikat hadis. Selain itu, juga terdapat penyebutan hadis tanpa memberikan klarifikasi apakah statusnya marfu’, mauquf atau maqtu’ yang tentunya berlanjut kepada status dan kualitas hadis tersebut.
‘Abd al-Mahdi menyimpulkan manfaat takhrijul hadis sebanyak duapuluh manfaat, yaitu:
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu hadis beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah perbendaraan sanad hadis melalui kitab-kitab yang ditunjuknya.
3. Menjelaskan keadaan sanad sehingga dapat diketahui apakah hadis tersebut munqati’, mu’dhal, atau selainnya.
4. Memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis dhaif melalui satu riwayat, maka dengan takhriju kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
5. Mengetahui pendapat-pendapat para ulama seputar hukum hadis.
6. Memperjelas perawi hadis yang samar, karena dengan adanya takhrij dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
7. Memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan sanad.
8. Menafikan pemakaian ‘an oleh seorang perawi mudallis. Dengan ditemukannya sanad lain yang menggunakan kata yang jelas kebersambungannya sanad-nya, maka periwayatan yang yang memakai lafaz “’an” tadi akan tampak pula kebersambungan sanadnya.
9. Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuraan riwayat.
10. Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena dimungkinkan ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi yang bersangkutan akan jelas.
11. Dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak ada dalam satu sanad.
12. Dapat memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam satu sanad.
13. Dapat menghilangkan syadz (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat rawi yang lebih tsiqah) yang terdapat pada suatu hadis melalui perbandingan riwayat.
14. Dapat membedakan hadis yang mudraj (yang mengalami penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
15. Dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi.
16. Dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh perawi.
17. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafaz dan yang dilakukan dengan makna saja.
18. Dapat menjelaskan waktu dan tempat kejadian timbulnya hadis.
19. Dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadis melalui perbandingan sanad-sanad yang ada.
20. Dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan cetak melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.
C. Sejarah Takhrij Hadis
Menurut at-Tahhan, yang pertama kali melakukan takhrij adalah al-Khattib al-Baghdadi (w. 496 H). Pada mulanya ketika hadis telah melewati beberapa periode tertentu, dan telah berkembang karya-karya para ulama dalam bidang tafsir, fiqih, maupun sejarah, dalam karya tersebut terkadang memuat hadis Nabi SAW. yang tidak disebutkan sumbernya. Dengan adanya hal ini, para ulama hadis termotivasi untuk melakukan takhrij hadis .
Adapun kitab takhrij yang pertama kali muncul adalah karya al-khattib al-Baghdadi, akan tetapi kitab yang paling terkenal adalah Takhrij al-Fawa’id al-Muntakhabah al-Shihah wa al-Ghara’ib karya Syarif Abi al-Qasim al-Husaini , Takhrij Ahadis al-Muhadzdzab karya Muhammad bin Musa al-Hazimi al-Syafi’i (w. 584 H).

D. Cara melakukan Takhrij al-Hadis
Takhrij dapat dilakukan dengan dua cara, pertama, takhrij dilakukan secara konvensional. Maksudnya adalah takhrijul hadis dilakukan dengan menggunakan kitab-kitab hadis atau kitab-kitab kamus.
Metode yang digunakan ada lima:
a. Dengan mengetahui rawi hadis yang pertama, yakni sahabat apabila hadis tersebut muttasil dan tabi’in apabila hadis tersebut mursal. Kitab-kitab yang diperlukan adalah:
1. Kitab-kitab Musnad
2. Kitab-kitab Mu’jam
3. Kitab-kitab Athraf
b. Dengan mengetahui lafaz awal suatu hadis. Kitab-kitab yang diperlukan adalah:
1. Kitab-kitab yang memuat had
E. Kitab-kitab yang diperlukan dalam melakukan Takhrij
Berbagai kitab yang dapat digunakan sebagi rujukan diantaranya:
1. Hidayatul Barri ila tartibi Ahadisi al-Bukhari
Kitab ini disusun oleh Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini khusus digunakan untuk mencari hadis-hadis yang dimuat dalam kitab Shahih al-Bukhari .
2. Mu’jam al-Fadzi wala siyama al-Garibu minha atau fuhris litartibi Ahaditsi Shahihi Muslim.
F. Langkah-Langkah Praktis Penelitian Hadis
a. Penelitian Sanad dan Rawi Hadis
1. Penelitian sanad dan rawi adalah takhrij.
2. I’tibar, yaitu menyertakan sanad-sanad lain untuk suatu hadis.
3. Meneliti nama rawi yang tercantum.
4. Meneliti tarikhur ruwat.
5. Meneliti jarh watta’dil
b. Penelitian Matan.
Langkah ini sangat berat mengingat diperlukannya penguasaan ilmu yang mendalam baik kaidah-kaidah yang bersangkutan dan lain sebagainya. Oleh karena itu analisis matan lebih berat daripada sanad suatu hadis.

0 comments:

Post a Comment

terimakasih ^_^