lukisan KH. Mushtofa Bisri dg tema "Berdzikir bareng inul" |
Semesta Berkata: Ustad Artis dan Dilema Dunia Dakwah Islam: Meninjau Kembali Profesionalisme Ustad Artis
Baru-baru ini tersebar isu panas yang menyeret seorang Ustad kondang yang sering mengisi
acara-acara di televisi, sebut saja ustad SM. Kabar yang menggelinding panas
adalah tentang dirinya yang memasang tarif dalam jumlah tertentu dalam acara
yang diadakan oleh Majelis Thariqah Jannah di Hongkong. Hal ini memicu amarah
pihak EO yang bertugas sebagai panitia dalam acara tersebut. Semula polemik
seputar pasang-harga hanya terjadi antara pihak SM dengan EO. Akan tetapi,
kasus ini semakin panas saat muncul argument-argumen pembelaan dari kedua
pihak. Saat menyampaikan pembelaan inilah muncul kata-kata yang kurang enak
didengar dari pihak SM. Kata-kata yang
menuduh bahwa TKI di Hongkong sudah dipengaruhi oleh ajaran komunisme. Hal ini
tentu memicu amarah para TKI yang merasa dituduh yang bukan-bukan oleh SM.
Untuk menanggapi tuduhan tersebut, maka kemudian salah satu TKI di sana
melayangkan surat terbuka melalui jejaring maya kepadanya. Untuk mengetahui isi
surat terbuka tersebut. Silahkan baca postingannya di sini. Kasus yang mulanya
hanya antara pihak SM dan EO acara pun berkembang menjadi isu besar seputar
profesionalisme Ustad. Hal ini tentu mengusik pikiran kita akan keberadaan
ustad artis. Satu sisi kita kembali diingatkan dengan cerita-cerita yang sering
kita dengar tentang Kyai-kyai tradisional.
***
Profesionalisme
Kyai-Kyai Tradisional
Saya
berasal dari situbondo yang masyarakatnya sangat menjunjung sosok Kyai, ustad
dan praktisi keagamaan. Biasanya dalam acara apa saja kita mengundang mereka
untuk sekedar berceramah atau memimpin doa.Hal ini bisa dilihat dari tataran
masyarakat bawah hingga kelas pengusaha. Keberadaan Kyai sangat dihormati bukan
karena ketampanan dan ketegasan dalam berdakwah semata, akan tetapi masyarakat
melihat dari ilmunya. Meskipun masyarakat desa tidak semuanya pernah mengenyam
pendidikan, namun mereka tahu siapa yang layak dia undang.
Masyarakat
desa tidak peduli dengan profesionalisme, managerial atau apa saja yang
sifatnya formal. Acara-acara dilaksanakan secara kultural dan kekerabatan.
Begitupun dengan Kyai-kyai, mereka sangat menjunjung nilai-nilai kultural dalam
kehidupan sehari-harinya. Masyarakat dan kyai sama-sama mengerti. Saat Kyai
diundang pada sebuah acara, mereka tidak pernah memasang tarif dan minta
fasilitas yang lebih mewah dibandingkan undangan lainnya. Mereka duduk lesehan
bersama atau berdiri di atas panggung, dan apa yang disediakan oleh tuan rumah
mereka terima apa adanya. Hanyasaja, Masyarakat tahu dan mengerti bagaimana
menghormati mereka. Sepertinya mereka secara tidak sadar telah menerapkan nilai
yang terkandung dalam ajaran islam yang mengajarkan akan pentingnya menghormati
orang berilmu dan paham agama.
Begitu
juga dengan Kyai. Karena mereka diperlakukan istimewa tidak lantas mereka
berbicara dengan jumawa. Jika diundang dalam acara pernikahan, apa yang mereka
jelaskan adalah esensi-esensi ajaran agama yang disertai dengan penjelasan yang
merujuk pada kitab-kitab jumhur. Tidak hanya mengandalkan ketegasan kata-kata.
Kemudian,
ketika usai acara sang Shohibul hajah(penyelenggara acara) menyalaminya
dengan amplop yang isinya tidak tahu berapa. Kyai pun menerimanya tanpa melihat
dahulu isinya berapa. Dari sini dapat diambil intinya bahwa professional itu
adalah ketika nilai-nilai keikhlasan diterapkan dalam dunia dakwah, maka
maslahat yang akan didapat. Bukan sibuk berdebat.
Dengan
adanya kasus Ustad SM ini kita seakan disadarkan bahwa dakwah islam kini sudah
dicemari oleh nilai-nilai kapitalisme yang dibungkus dengan profesionalisme
kerja. Seakan menjadi dilema sendiri ketika masyarakat menginginkan sebuah pencerahan dari sosok yang dipercayai
paham agama malah mereka dilimpahi sebuah kenyataan buram yang harus mereka
terima. Sudah selayaknya masyarakat membuka mata untuk selektif dalam
mengundang penceramah. Sudah sepatutnya kita pahami nilai-nilai keikhlasan yang
harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
By mas David
salam hangat ijin menyimak
ReplyDeletemonggo :)
Delete