A. Definisi Sabar
Secara leksikologi kata al-shabr diartikan dengan al-man’u (المنع) dan al-habsu (الحبس)yang berarti mencegah dan memenjarakan . Sehingga sabar dimaknai dengan menahan diri dari mengeluh, lisan dari mengadu dan menahan anggota untuk menampar serta menahan merobek pakaian. Pemahaman ini seperti tertera dalam al qur’an واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم . ‘Antarah berkata :
فصبرت عارفة لذلك حرة ... ترسو اذا نفس الجبان تطلع
“ Aku menahan nafsu yang meronta-ronta dan bebas karena itu, dia menjadi tenang ketika ketakutan menyeruak.”
Sementara itu Menurut K.H. Ahmad Rifai, shabr secara bahasa adalah menanggung kesulitan. Toshihiko Izutsu manganggap shabr sebagai nilai yang menonjol dalam lingkungan hidup padang pasir pada masa jahiliyah.
Sedangkan secara istilah, imam al-Ghazali mengkomparasikan dengan sifat lain yang dapat dikatakan mendekati pertentangan terhadap shabr, yaitu ungkapan terhadap hal yang menjadi motifasi dalam rangka tegaknya agama yang berhadapan dengan syahwat (keinginan duniawi). Ketika seseorang dapat secara kontinuitas menjaga kesabaran maka ia akan terjauh dari keinginan syahwat semata dan menjadi golongan orang yang sabar (al-shabirin). Sementara itu jika seseorang tidak mampu menjaga dirinya dan kalah terhadap nafsu syahwat, maka pangkatnya akan turun dan menjadi pengikut syaitan.
Junaid al-Baghdadi ketika ditanya mengenai shabr menjawab: “ Menelan kepahitan tanpa bermuka masam”. Menurut Dzun Nun al-Misri shabr itu ialah menjauhi hal-hal yang saling bertentangan, bersikap tenang ketika menelan pahitnya cobaan dan menampakkan sikap kaya dengan menyembunyikan kefakiran dalam kehidupan. Sabar adalah tertimpa coba’an dengan tetap berperilaku baik, menurut Ibnu Atha’. Berbeda dengan Amar bin Usman mengenai sabar yakni bersama dengan Allah dan menerima cobaan dari Allah dengan lapang dada dan senang. Bahkan sabar juga didefinisikan sebagai sikap konsistensi terhadap hukum-hukum al-Qur’an dan Sunnah. Pemahaman ini berdasarkan ayat ishbiru wa shabiru wa rabithu. Masih banyak definisi yang dikemukakan ‘ulama mengenai sabar, hal dimungkinkan terjadi karena pandangan terhadap nash yang berbeda dan juga pengalaman spiritual dalam kehidupan.
Shabr merupakan sifat manusia yang membedakan antara mereka dengan hewan karena dalam setiap tindakan manusia dengan akalnya dapat merenungkan dan menimbang tindakannya dengan akal pikiran, sementrara hewan dalam setiap tingkahnya yang bertindak hanyalah nafsunya.
Dalam diri seoarang mukmin terdapat dua dorongan yaitu dorongan agama dan dorongan hawa nafsu, oleh karena itu keadaan manusia dibagi menjadi tiga keadaan:
1. Dorongan hawa nafsu yang dapat dikalahkan secara mutlaq, sehingga keadaanya bisa secara kontinuitas sabar. Orang mencapai derajat ini disebut Shadiqun.
2. Dorongan nafsu yang menguasai jiwa seseorang sehingga keadaanya dikuasahi oleh syaitan, golongan ini disebut dengan ghafilun.
3. Orang yang keadaan nafsunya sama kuatnya dengan keadaan sabarnya, sehingga terkadang salah satu sifat menguasai yang lain. Golongan ini disebut dengan mujahidun.
Labels:
TASAWUF
0 comments:
Post a Comment
terimakasih ^_^